Senin, 05 Juni 2017

Si Najong

Ketika kebenaran telah disembunyikan, ketika kebenaran tak lagi ditunjukkan, ketika kebenaran sudah lagi tak dihiraukan.
Ketika yang benar tak dapat berbicara, ketika yang salah merajalela dan semena-mena.
Dunia terbalik, yang salah merasa benar dan yang merasa paling benar berkuasa..
Ketika yang salah mempunyai kedudukan, dan ketika yang benar tak punya,

Sungguh aneh dan nyata, dan itupun  aku alami
disini, ditempat ini aku mengalami hal tersebut...
bagai lebah yang menghasilkan madu.
bagi manusia, lebah itu mempunyai kelebihan dan kekurangan
madunya bisa dinikmati oleh manusia, dan lebah itu mengeluarkan racun yang keluar dari sengatnya.
Manusia itu hanya melihat dari sisi buruknya tetapi ia mengabil manfaat dari lebah itu, ya tentu saja madunya.

Bagi orang-orang yang dimanfaatin untuk keperluannya lalu diinjak-injak dibelakangnya...
Ada juga teman, entahlah aku harus menyebutnya apa, mungkin teman najong kali y.

ketika dia butuh bantuan kita, sampai nangis- nangis nih y, ibarat kata dia lagi berenang dilaut lalu tenggalam hingga kedasar jurang lalu nangis-nangis dan minta bantuan padaku.

lalu aku membantunya, aku merasa kasihan, dengan senang hati dan suka rela aku membantunya,
hingga dia merebut tempatku, lalu dia bersenang- senang, dan melupakanku, berusaha menjatuhkanku, berusaha menggoyahkan semangatku..

OOooh, maaf kau tidak bisa menggoyahkan semangatku..
tak apa kamu merebut tempatku, aku lapang dada menerimanya,sungguh.



Selasa, 23 Mei 2017

Menjaga Martabat

Bukan kebetulan, semua pasti sudah ada yang mengatur, tumben-tumbenan saya beli pulsa di konter hape pinggir jalan.


gambar ilustrasi, pixabay
Sementara masih menunggu pulsa terisi, mata ini tertarik pada sesosok bapak paruh baya yang sedang melihat-lihat hape seken. Beberapa kali ia bertanya ke penjaga konter perihal harga beberapa hape yang ditunjuknya, namun beberapa kali pula dahinya mengernyit.

Akhirnya saya beranikan diri bertanya, "mau beli hape pak?" Ia mengangguk, lalu tangannya kembali menunjuk satu hape lagi. Lagi-lagi ia murung, karena harganya terlalu mahal baginya.

"Hape nya buat bapak pakai sendiri?" tanya saya lagi. Ia hanya menggeleng. Kemudian hendak berlalu pergi. Langkahnya gontai, lalu saya tahan. "Buat siapa pak?"

"Saya sudah lama ingin memenuhi janji. Waktu ulang tahun anak saya yang SMA tahun lalu, saya janji akan belikan hape kalau ia berprestasi, nilai raportnya bagus..."

Lalu...

Intinya, janjinya sudah lewat satu tahun. Si anak sebenarnya nggak pernah menagih karena ia sadar keadaan bapaknya. Begitu yang saya tangkap dari ceritanya.

Tapi seorang Ayah pantang ingkar janji. Ia berusaha untuk membayar janjinya, meski harus tertunda sekian waktu. Dan hari ini, ternyata hari ulang tahun anaknya itu, ia berencana menunaikan janjinya sekaligus memberi kejutan. Tapi apa boleh buat, ia berencana menunda kembali janjinya. Sampai datang waktunya nanti.

"Memang Bapak pegang uang berapa?" tanya saya.

"Dua ratus lima puluh ribu..." sambil menunjukkan uang yang digulung dan diikat karet gelang. Hanya ada pecahan ribuan dan dua ribuan. Entah berapa lama ia mengumpulkannya.

"Boleh saya bantu?" sambil beri senyum terbaik.

Tapi ia menolak. "Saya harus membeli dengan yang saya sendiri," katanya.

Saya melirik hape yang tadi ditunjuk dan bertanya pelan ke penjaga perihal harganya.

"Oh bukan gitu pak, saya hanya akan bantu menawar harganya, biar bapak tetap bisa beli dengan uang itu," saya nggak mau kalah. Dan ia pun setuju. Tanpa ia ketahui kesepakatan antara saya dan penjual hape itu.

Akhirnya, Bapak itu tersenyum karena ia bisa membawa pulang janjinya. Boleh jadi itu hanya satu janji dari sekian banyak janji yang belum mampu ia penuhi. Entah kenapa tiba-tiba ia memegang tangan dan pundak saya lalu ia memijat-mijatnya. "Terima kasih anak muda, sudah bantu walau cuma bantu menawar harga hape itu, biar saya pijat sebentar untuk membalas kebaikan anak muda".

Takjub saya dengan Bapak ini. Ia menjaga martabat dirinya, bahkan ia mencoba membayar kebaikan saya dengan memijat pundak dan tangan ini.

Hari ini saya belajar lagi. Seorang Ayah bukan hanya pantang mengingkari janji, tetapi juga tetap harus menjaga martabat diri dan keluarganya.

Senin, 22 Mei 2017

Kaos Kaki Bolong


Seorang ayah yg terkenal dan kaya raya  sedang sakit parah. 
Menjelang ajal menjemput, dikumpulkanlah anak2nya.
Beliau berwasiat:
"Anak-anakku, jika Ayah sudah dipanggil Allah Yang Maha Kuasa, ada permintaan Ayah kepada kalian"

" Tolong dipakaikan kaos kaki kesayangan Ayah walaupun kaos kaki itu sudah bolong, Ayah ingin memakai barang kesayangan yg penuh kenangan semasa merintis usaha di perusahaan Ayah dan minta tolong kenangan kaos kaki itu dikenakan bila Ayah dikubur nanti."
Akhirnya sang ayah wafat. 

Ketika mengurus jenazah dan saat akan dikafani, anak-anaknya minta ke ustadz agar almarhum diperkenankan memakai kaos kaki yang bolong itu sesuai wasiat ayahnya.
Akan tetapi sang ustadz menolaknya.
" Maaf secara syariat hanya 2 lembar kain putih saja yang di perbolehkan dikenakan kepada mayat."
Maka terjadilah perdebatan antara anak-anak yang ingin memakaikan kaos kaki robek dan pak ustadz yang melarangnya
Karena tidak ada titik temu, dipanggilah penasihat sekaligus Notaris keluarga tersebut.
Sang notaris menyampaikan Surat Wasiat, ayo kita baca bersama sama siapa tahu ada petunjuk".
Maka dibukalah Surat Wasiat almarhum untuk anak-anaknya yang dititipkan dititipkan kepada Notaris tersebut.
Ini bunyinya:

"Anak2ku, pasti sekarang kalian sedang bingung, karena dilarang memakaikan kaos kaki bolong kepada jenazah ayah".
" Lihatlah anak2ku, padahal harta ayah sangat banyak, uang, beberapa mobil, tanah, kebun dan sawah, rumah mewah, tetapi tidak ada artinya ketika ayah sudah meninggal dunia".
" Bahkan kaos kaki bolong saja tidak boleh dibawa mati.
Begitu tidak berartinya harta dunia, kecuali iman dan amal kebaikan kita".
Anak-anakku inilah yang ingin ayah sampaikan agar kalian tidak tertipu dengan dunia yang hanya sementara.
*Pada akhirnya teman sejati kita hanyalah Iman dan Amal  Shalih.*
" Salam sayang dari ayah yang ingin kalian menjadikan dunia sebagai jalan menuju Ridlα Allah SWT".
Marilah ini sebagai renungan bagi kita semua.
_Orang tua tidak takut miskin memberi nafkah pada anaknya saat membesarkan mereka._
_Tapi banyak anak sering takut kekurangan saat menanggung orang tuanya dimasa tuanya._
_Lihat diri kita saat ini,_
_Sehebat apapun,_
_Suksespun setinggi langit,_
_tapi tanpa doa,_ _restu orang tua yang membesarkan kita_
_maka tidak akan ada ketenangan, keberkahan dan kebahagiaan dalam hidup._
_Uang bisa dicari,_
_ilmu bisa digali_
_jabatan bisa kita raih_
_tapi kesempatan untuk mengasihi orang tua takkan terulang kembali._
_Satu ibu,_
_bisa merawat tujuh anaknya_
_tapi tujuh orang anak belum tentu bisa membahagiakan_
_satu orang ibu._
_Satu ayah,_
_bisa menghidupi tujuh anaknya_
_tapi tujuh orang anak belum  tentu dapat menghidupi_
_satu orang ayah._
_Sesekali tengoklah orang tuamu,_
_tatap wajahnya ketika ia terlelap tidur_
_lihat kerutan di wajahnya,_
_lihat rambutnya yang kini mulai memutih,_
_lihat badannya,_ _yang dulu tegap kini mulai membungkuk,_
_semua telah berubah termakan waktu tapi tidak dengan kasih sayangnya..._
_Sudahkah kita membuatnya bahagia hari ini?_
_Sudahkah kita membuatnya bangga hari ini?_
_Sudahkah kita membuatnya tersenyum hari ini?_
_Tidak akan ada jasa yang mampu kita balas,_
_Tidak akan ada kebaikan yang mampu kita balas,_
_semua begitu banyak, begitu tulus._
_Yaa Allah Ya Tuhanku_
_Hadiahkanlah Kebahagiaan untuk kedua orangtua kami atas segala pengorbanan dan kasih sayang yang telah mereka berikan kepada kami._
_Maafkan ..._
_Ampuni ..._
_Terimakasih ......_
_Aku Mencintaimu Ayah, Ibu..._
_Kasihmu takkan pernah terganti_    _Perlakukanlah orang tua mu seperti raja   maka hidupmu akan seperti raja._
Rabbana Taqabbal Minna.
Ya Allah terimalah dari kami (amalan kami),
Aamiin Yaa Rabbal Aalamin
Semoga Kita Menjadi Anak
Yang sholeh dan shalihah.
Aamiin

Si Najong

Ketika kebenaran telah disembunyikan, ketika kebenaran tak lagi ditunjukkan, ketika kebenaran sudah lagi tak dihiraukan. Ketika yang benar ...